Gagasan tentang perang dan kekerasan memang sudah lama menjadi bagian dari konsep karya Teddy. Mulai saat itulah, Teddy membayangkan kemungkinan untuk merelasikan bentuk tank (sebagai representasi dari gagasan tentang perang dan kekerasan) dan mengontraskannya dengan simbol-simbol kehidupan dalam kepercayaan Timur. Pihak Museum kemudian melihat tank tersebut dan tertarik untuk mendiskusikan kemungkinan mengembangkannya sebagai bagian dari proyek “Art On Site”. Ide Teddy adalah menyediakan sebuah kendaraan yang dapat digunakan oleh sepasang pengantin tersebut untuk mengelilingi kota seusai upacara pernikahan. Awalnya, karya ini pernah dipamerkan dalam acara hajat perkawinan Oei Hong Djien. Love Tank, judul karya tersebut, adalah karya yang dipesan oleh National Museum of Singapore untuk program seni publik “Art On Site” yang sudah mereka laksanakan sejak lima tahun belakangan. Bentuk tank yang dekat dengan citra maskulin kemudian dihadapkan dengan warna merah muda yang memberi kesan feminin. Akan tetapi, Teddy justru ingin menentang konvensi macam ini dan menggunakan warna tersebut sebagai elemen yang sangat dominan dalam karyanya. Karena makna kolektifnya yang terlalu kuat itulah, maka sebagian besar seniman cenderung enggan menggunakan warna merah muda dalam karyanya. Warna merah muda (pink), yang dipilih oleh Teddy sebagai warna dominan untuk karya tersebut, dengan mudah bisa dirujuk sebagai lambang cinta dalam dunia industri yang telah mengodifikasikan konsep cinta sedemikian rupa. Dengan kata lain, Love Tank adalah sebentuk tafsir Teddy atas kecenderungan fenomena perang di mana “Barat” selalu melakukan invasi dan eksploitasi, sementara Timur melakukan preservasi. Sementara pagoda dan bunga teratai digunakan Teddy sebagai representasi dari kebajikan Timur, dimana gagasan tentang perlindungan dan perdamaian menjadi filosofi dasar dari kehidupan antar manusia. Tank ditempatkan sebagai simbol dari mesin perang Barat, yang dalam berbagai kisah tentang perang selalu menjadi alat untuk “membunuh”, menghancurkan”, “meluluhlantakkan”. Menyandingkan bentuk tank dengan imaji pagoda, Teddy ingin mengonfrontasikan kembali dikotomi “Barat” dan “Timur” dalam upaya untuk melihat masing-masing sebagai esensi peradaban yang dapat dipertemukan untuk membawa pesan-pesan baru bagi kehidupan manusia hari ini. Selain terserap oleh kemegahan dari bentuk patung tersebut, kontradiksi imaji antara yang megah dan yang terserak, antara kejayaan dan kehancuran, memberi kita sebentuk ruang jeda untuk mengenang dan merefleksikan kembali kisah-kisah tentang keinginan manusia untuk saling menguasai dan menghancurkan. Sementara di bawahnya, sebagai landasan, Teddy meletakkan serpih-serpih bangunan yang runtuh, batu-bata berlapis semen, yang seolah hancur diporak-porandakan oleh gilasan roda tank-tank tersebut. Dari ujung sisi tank yang menampilkan meriam peluru, bentuk yang menyerupai pagoda dengan segera terbaca. Makin ke atas, ukuran tank tersebut makin mengecil. Karya S Teddy D kali ini merupakan tumpukan tujuh buah kendaraan tank (ia merujuknya sebagai bentuk M1 Abrams buatan Amerika) yang disusun secara vertikal hingga melewati tinggi ruang dasar lobi museum. Sejak awal, ukuran karya yang massif, dengan ketinggian hampir 7 meter, telah membuat kita terserap dan melihatnya sebagai objek visual yang sedemikian kuat. Saya sedang mengambil beberapa gambar untuk kepentingan dokumentasi ketika sepasang pengunjung museum datang dan berdiri dengan takjub memandangi instalasi karya seniman Indonesia, S Teddy D, yang sedang dipajang di sana. Timur dan Barat dalam Pagoda Hampir semua pengunjung terkesima ketika memasuki Rotunda, ruang depan di gedung National Museum of Singapore, hari-hari ini.
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |